Cattegory

Rabu, 26 November 2008

bunga


Bunga yang indah di saat merekah

Senin, 24 November 2008

Anak jalanan

ANAK JALANAN SEBAGAI POTRET BURAM KEHIDUPAN KOTA BESAR
Kala siang menjelang petang, panas sinar matahari yang memancar ke perempatan Condong Catur tidak terasa bagi para anak jalanan yang meminta-minta diantara kemdaraan yang satu dengan kendaraan yang lain. Anak-anak yang hidup di jalanan atau yang melakukan kegiatan di jalanan, sangat rentan dengan perlakuan kekerasan. Sudah menjadi hukum di jalanan, siapa yang kuat merekalah yang menang. Masa anak-anak yang mestinya dihiasi dengan keceriaan dan kemanjaan, terpaksa harus berjuang sendirian mempertahankan hidup. Fisik dan jiwa yang masih rentan, secara terpaksa harus berhadapan dengan dunia yang keras dan kejam, yaitu dunia jalanan.
Anak jalanan merupakan satu konstituen dari komunitas yang berada di jalanan. Dalam hidup kesehariannya, anak-anak di jalanan melakukan interaksi dengan berbagai elemen sosial yang ada di jalanan, baik sesama anak maupun orang dewasa dengan berbagai latar belakang dan profesi. Anak jalanan adalah anak-anak yang mencari nafkah di jalanan. Umumnya sebagai pedagang asongan, pengamen, gelandangan dan pengemis, penjual koran, tukang semir, pemulung, tukang parkir, tukang sapu angkot, penjaja alas kaki, tukang cari nasi busuk, tukang angkat barang, maupun pekerja seks anak. Ada yang masih tinggal dengan keluarga, maupun yang bertempat tinggal di jalanan.

Selain itu ada juga anak yang tidak mencari nafkah, tetapi anak-anak tersebut ada atau berada di jalanan. Misalnya ada anak yang berumur 5 bulan hingga usia 1 tahun yang dibawa ibunya mengemis. Mereka dimanfaatkan untuk menambah rasa “kasihan” orang, sehingga mendapat penghasilan yang lebih banyak.
Kasus lain adalah anak yang kebanyakan berumur 3 s/d 5 tahun yang memang ditinggalkan di jalanan. Anak ini tidak melakukan pencarian nafkah, tetapi hidupnya tergantung kepada orang lain. Baik kepada sesama anak di jalanan, atau orang dewasa yang merasa kasihan, atau menyambung hidup dari mengais sisa-sisa makanan di tong sampah. Ada juga orang tua yang kerja di jalanan dengan membawa anak. Sementara orang tua mencari nafkah sang anak hanya bermain, tidur atau duduk-duduk saja menunggu para orang tua mereka.
Interaksi yang terjadi di jalanan, baik antara anak dengan anak, dan anak dengan orang dewasa, antara lain berbentuk perkawanan, jual beli, penipuan, pelayanan jasa antar, kerjasama, memperbudak, pembantu untuk melakukan sesuatu, alat pemuas nafsu, atau lainnya.

Seminar Nasional

Seminar nasional dalam rangka dies natalis ke-53 diselenggarakan oleh prodi PBSID pada hari Minggu, 23 November 2008. Acara tersebut menghadirkan tiga orang pembicara yaitu Rm. Paul Suparno, Bapak B. Widharyanto, dan Bapak Parnowo. Acara tersebut dihadiri oleh para guru dari seluruh Indonesia dan mahasiswa.

Jumat, 14 November 2008

Seminar Ilmiah


Seminar ilmiah mahasiswa dalam rangka dies Universitas Sanata Dharma yang ke 53 dilaksanakan pada hari jumat 14 november, dengan tema "Food, Fashion and Fun Basic Need or Lifestyle"

Lomba Debat


Prodi PBSID dan prodi PBI Universitas Sanata Dharma (USD) mengadakan acara lomba debat tingkat SMA/SMK se-Jateng dan DIY. Acara tersebut diselenggarakan dalam rangka dies natalis yang ke-53. Lomba debat dilaksanakan pada tanggal 10 sampai 11 November 2008. Acara diselenggarakan di kampus Mrican USD. Lomba debat dimenangkan oleh SMA N 4 Magelang, juara kedua dimenagkan oleh SMA N 7 Purworejo dan juara ketiga dimengkan oleh SMA Taruna Nusantara Magelang. Para peserta lomba sangat antusias mengikuti acara. Oleh karena itu, pihak universitas berencana tahun depan akan mengadakan acara debat kembali.

Rabu, 12 November 2008

Resensi Teater

“BUKAN SALAH SHINTA”

I. Data Pementasan:
a. Kelompok Pementas: Kelas Teater angkatan 2004
b. Pementas:
a) Yulia Herlin sebagai Bunda (Laras)
b) Cecilia feniawati sebagai Shinta
c) Yustinus Anang sebagai Bambang
d) Lorentius Elife sebagai Rama
c. Bentuk Pementasan: Teater
d. Naskah: (tidak terlampir)
e. Waktu Pementasan: Selasa, 29 April 2008, Pukul 19.00 – 20. 40
f. Tempat Pementasan: Aula Kampus II Mrican, Universitas Sanata
Dharma
g. Penonton: Dosen PBSID, Mahasiswa PBSID dari berbagai angkatan,
Mahasiswa dari prodi lain, dan Mahasiswa dari luar USD.

II. Ringkasan isi pementasan:
Dalam teater yang berjudul ”Bukan Salah Shinta” yang dipentaskan oleh kelas Teater angkatan 2004 mengisahkan tentang kehidupan percintaan antara Rama dan Shinta. Kisah cinta yang diawali tanpa sengaja. Shinta seorang gadis SMA yang nyaris tanpa cacat. Parasnya cantik dan memiliki tubuh yang indah. Ia adalah gadis yang menarik perhatian hampir setiap orang. Sosok yang begitu memikat sampai suatu hari sorang pemuda jatuh cinta kepadanya. Ia tinggal dengan Ibunya yang bernama Laras. Shinta adalah anak yang tidak mempunyai ayah. Ketika ia masih kecil, ayahnya pergi meninggalkannya. Shinta dibesarkan oleh ibunya tanpa kasih sayang dari seorang ayah. Ketika Shinta bertanya kepada bundanya, di mana keberdaan ayahnya ibunya selalu menjawab kalau ayahnya sudah lama meninggal.
Suatu pagi, ketika Shinta sedang mandi Laras masuk ke kamarnya. Laras kaget saat menemukan lipstik yang ada di tempat tidur. Lalu Laras memanggil Shinta dan menanyakan dari mana ia mendapatkan lipstik. Ternyata lipstik itu memang sengaja dibeli oleh shinta. Mengetahui hal tersebut Laras sangat khawatir, takut apa yang telah terjadi dengan diriya akan terjadi pula pada anaknya. Ketika Shinta pergi ke sekolah Laras pun memohon kepada Tuhan.
Kekhawatiran Laras pun terbukti. Suatu hari Shinta tidur dengan Bambang di sebuah kamar hotel. Ketika Bambang bangun Shinta belum bangun, Bambang mengenakan pakaian lalu pergi dan meninggalkan sejumlah uang di tempat tidur. Saat itu Rama, cleaning servise yang bekerja di hotel itu masuk hendak membersihkan kamar. Namun, tanpa sengaja di tempat tidur Shinta masih berbaring tanpa busana, hanya menggunakan selimut.
Pertemuan dengan Rama di kamar hotel yang tanpa sengaja merupakan awal dari kisah mereka. Rama dan Shinta saling bercerita tentang kehidupan masing-masing. Hingga akhirnya merekapun saling jatuh cinta. Kisah cinta mereka berlanjut sampai ke pernikahan. Laras sangat berbahagia karena akak kesaangannya sudah mendapatkan pendamping hidup yang menyayanginya.
Hari pernikahan Shinta dan Rama telah tiba. Laras gembira menyambut para tamu. Tiba-tiba Bambang, suami yang telah lama meninggalkannya datang. Bambang adalah ayah angkat Rama. Shinta sudah dandan begitu cantik dan keluar ketika melihat Bambang datang Shinta terkejut, Akhirnya Shinta pingsan setelah mengetahui bahwa Bambang adalah ayah kandungnya.

III. Isi resensi:

a. Aspek bentuk:
Dilihat dari aspek bentuk, menurut saya pementasan Teater ini sangat baik, dengan melibatkan pemain yang jumlahnya empat orang. Sangat baik karena menggambarkan suatu kehidupan rumah tangga yang cukup yang terdiri dari ayah, ibu, dan anak sesuai dengan karakteristik dari cerita yang diangkat. Setting di rumah dan hotel sangat sesuai dengan cerita yang angkat dalam Teater ini.

b. Aspek isi:
Dilihat dari aspek isi, Teater ini sangat sesuai dengan realitas kehidupan manusia. Teater ini mampu mengkat salah satu bentuk kehidupan yang nyata terjadi dalam kehidupan sehari-hari. Pemain mampu memerankan sesuai dengan perannya secara ekspresif.
Di samping itu, dalam Teater ini mengandung pesan moral yang ingin disampaikan kepada penonton yaitu orang tua harus hati-hati dalam menjaga dan mendidik anaknya agar tidak terjerumus ke hal-hal yang negatif, khususnya bagi anak SMA karena masa SMA adalah masa yang paling rentan dalam bergaul. Dalam Teater ini juga menyampaikan pesan bahwa cinta akan datang kapan saja dan di mana saja tanpa memandang tempat dan waktu.

c. Kelebihan:
Teater ini sangat menarik. Walau hanya diperankan oleh empat orang, namun teater ini mampu menampilkan yang terbaik. Setiap pemain mampu memerankan dan menghayati sesuai dengan perannya. Waktu pementasan juga tidak terlalu lama. Selain dari itu, dalam setiap adegan selalu ada kejuta-kejutan yang tidak terduga. Sehingga penonton penasaran adegan dengan adegan berikutnya.
Pementasan Teater ini sangat banyak banyak manfaatnya, Loren E. Tayilor via P. Hariyanto mengemukakan manfat mempelajari drama (dalam drama formal dan teater remaja): memperluas wawasan budaya, membantu pembentukkan suara, mengembangkan keserasian gerakan, mengembangkan apresiasi terhadap keindahan, mengembangkan kesedapan sikap, mengembangkan daya imajinasi, menyediakan rekreasi sehat, mengembangkan apresiasi sastra, mengembngkan ekspresi diri, mengembangkan sikap kerja sama, mengembngkan rasa percaya diri, mengembangkan rasa tanggung jawab, mengemnagkan kontol pribadi, dan memperkuat daya ingatan.

d. Kekurangan
Suatu pementasan pasti ada kelebihan dan kekurangan, begitu juga dengan Teater yang dipentaskan oleh angkatan 2004 ini. Salah satu kekurangan dalam pementasan teater ini, penonton kurang nyaman ketika pergantian setting. Menurut saya pergantian setting terlalu lama, sehingga penonton merasa jenuh. Selain itu, waktu black out panggung masih terlihat samar-samar, jadi ketika perekap mengganti properti masih terlihat oleh penonton.

e. Kesatuan
Dari kesatuan, Teater ini telah memiliki unsur kesatuan. Hal ini dapat dilihat dari setting yang sesuai dengan apa yang diceritakan. Selain itu, Klimaks terlihat jelas di akhir pementasan dan itu direspon dengan baik oleh penonton.

f. Keseluruhan
Secara keseluruhan Teater bagus. Semua pemain bermain dengan ekspresif sesuai dengan perannya, setting juga sesuai, berani menampilakan salah satu sisi kehidupan nyata yang terjadi di masyarakat dalam hal ini masyarakat kota besar.

g. Keragaman
Dilihat dari keberagaman, Teater ini cukup beragam khususnya dalam menampilakan watak dan karakter setiap tokoh. Dengan jumlah pemain yang bisa dikatakan sedikit, Teater ini mampu memerankan kondisi yang beragam. Misalnya, di hotel, di rumah, di kamar, dan saat menjelang pernikahan anatara Rama dan Shinta.

h.Intensitas
Dilihat dari segi intensitas, Teater ini sangat sesuai dengan keadaan di jaman modern, khususnya di kota besar. Pesan moral yang disampaikan cukup sesuai dengan apa yang terjadi dalam kehidupan nyata.


VI. Penutup

1. Kesimpulan
Dari pementasan Teater angkatan 2004 dapat disimpulakan bahwa apa yang dipentaskan sudah bagus dan sesuai dengan realitas kehidupan di masa sekarang. Dilihat dari aspek bentuk, aspek isi, intensitas, keragaman, dan kesatuan sudah sesuai.

2. Saran
Seperti yang sudah di tulis pada bagian kekurangan, pergantian setting terlalu lama, sehingga penonton merasa jenuh. Selain itu, waktu black out panggung masih terlihat samar-samar, jadi ketika perekap mengganti properti masih terlihat oleh penonton. Sebagai saran, supaya pergantian setting lebih dipercepat sehingga penonton tidak menunggu terlalu lama.

Daftar pustaka
Hariyanto, P. 2000. Pengantar Belajar Drama. Yogyakarta: Universita Sanata
Dharma.
http://www.kabarindonesia.com diakses 6 Mei 2008.

Naskah Drama

KESETIAAN SEORANG ADIK

Drama : Dialog
Pelaku :1. Garno : Seorang petani kaya memiliki ladang yang luas
2. Ratni : Istri Garno
3. Lasmi : Anak sulung Garno dan Ratni
4. Rusdi : Anak sulung Garno dan Ratni
Latar : Ruang keluarga rumah Garno

Panggung menggambarkan sebuah rumah sederhana, ruang keluarga yang terdiri dari satu set meja kursi, almari beserta isinya, dan di dinding terpasang beberapa foto keluarga. Sore hari yang cerah, sinar sang surya yang masih hangat menerobos melalui celah jendela. Saat itu Ratni sedang berbincang-bincang dengan Lasmi.

Adegan I
Lasmi sedang manjahit baju Garno yang sobek terkait ranting di ladang di ruang tengah, masuklah Lasmi sambil membawa pakaian yang sudah rapi disetrika.

Lasmi : (Duduk di dekat Ratni) Ayah belum pulang, Bu?
Ratni : Ayahmu menyelsaikan pekerjaan, katanya nanggung. Ayahmu memang orangnya seperti itu, kalau mengerjakan sesuatu nggak pernah tanggung-tanggung. Tumben kamu tanya ayahmu? Biasanya dia pulang malam kamu juga gak pernah tanya (sambi menjahit).
Lasmi : (mendekati Ibu) Aku ingin menanyakan sesuautu pada Ayah, Bu. Tentang masa depanku.
Ratni :Maksudmu? (heran) Kamu ingin sekolah? Kamu nggak perlu sekolah, harta ayahmu tidak akan habis sampai tujuh turunan. Atau ingin menikah?
Lasmi : Aku kan sudah besar, Bu. Sudah sepantasnya aku menerima harta warisan dari ayah. Umurku 15 tahun, bagi orang kampung itu usia yang sudah cukup untuk menerima warisan.
Rtni : Tapi untuk apa? Kamu kan masih tinggal bersama kami. Jika kelak nanti kamu sudah menikah, ayahmu pasti akan memberikan warisan itu.
Lasmi : (membujuk) Tapi, Bu. Teman-temanku belum menikah sudah mendapatkan warisan dari orang tuanya, bahkan umurnya lebih muda dari aku, Bu.
Ratni : Ya nanti Ibu bicarakan dengan ayahmu. Sekarang kamu siapkan makanan di dapur, untuk makan nanti malam.
(Lasmi pergi ke dapur, Ratni masih menyelaikan jahitannya)



Adegan II
Ratni : (Tiba-tiba Garno masuk dari pintu belakang) Eh, Bapak sudah pulang. Kok Ibu nggak dengar, sudah mandi lagi lagi.
Garno : (Duduk di samping Ibu) Iya. Aku tadi langsung mandi, punggungku kena ulat dari pohon kedondong. Sudah selesai Bu, bajuku?
Ratni : Gosok minyak angin saja Pak, daripada nanti tambah gatal!
(Ratni mengambilkan minyak angin, lalu menggosokkannya di punggung Bapak). Pak tadi Lasmi bilang sama Ibu, menanyakan tentang bagiannya? Apa Bapak sudah memikirkan hal itu?
Garno : (Kaget) Apa? Mau apa dia? Memangnya dia sudah tidak butuh kita? Apa dia ingin hidup sendiridenga membawa warisan dan berfoya-foya di luar sana? Aku tidak akan melakukannya.
Ratni : Tapi Pak...
Garno : Diam. Aku mau tidur, aku tidak mau membicarakan masalah ini lagi. Bilang sama anakmu jangan macam-macam.
(Ayah masuk kamar dengan nada marah)
Lasmi : (Lasmi masuk dari dapur) Bu, Ayah kenapa, Bu? Ayah marah ya Bu?
Ratni : Ya seperti itulah Ayahmu, kalau kehendaknya tidak sesuai dengan keinginannya.
Lasmi : Jadi, ayah tidak akan memberikanku warisan, Bu?
(Marah, lalu pergi ke luar rumah, entah kemana)
Ratni : (Menggeleng-gelengkan kepala sambil memandang Lasmi pergi)

Adegan III
Lasmi : (Masuk dari kamar ke ruang tengah, sambil mengintip apakah ada orang atau tidak) Syukur...tidak ada orang (membuka laci lemari, mencari-cari sesuatu) Di mana ya ayah menyimpan uang? Biasanya di sini. Kok nggak ada. (kembali membuka laci-laci yang lain) Ini dia...
(mengambil satu ikat uang yang jumlahnya cukup banyak lalu dimasukkan ke dalam tas dan pergi entah kemana. Tanpa aepengetahuannya, Rusdi ternyata mengintip dari balik pintu kamarnya)
Rusdi : (masuk ke ruang tengah lalu merapikan laci-laci yang masih terbuka) Kenapa kakak senekad ini? Kalau ketahuan ayah pasti ia dihajar habis-habisan.
Ratni : Kamu sedang apa Rusdi?
Rusdi: (Kaget) Eng...eng...enggak apa-apa, Bu. Cuma merapikan laci-laci saja. Tadi berantakan, Bu.
Ratni : (Curiga) Tumben kamu merapikan laci, biasany kan kamu nggak pernah bersih-bersih atau merapi-rapikan sesuautu, kamarmu saja berantakan?
Rusdi : I...Iy...Iya, Bu tadi kebetulan lewat...
(Langsung pergi ke luar karena dipanggi teman-temanya)
Ratni : (Masih bingung) Aneh anak itu, tak seperti biasanya. Dia tampak gugup...atau jangan-jangan...(Lalu membuka laci tempat menyimpan uang Ayah) Hah...uang ayah nggak ada...kemarin kan ayah jual cengkeh kering 5 kuintal, uangnya kan satu gepok. Kok sekarang nggak ada. Atau mungkin sudah diambil ayah?
(Masih bingung, lalu menuju ke dapur)

Adegan IV
Garno : (Masuk dari luar, lalu membuka laci akan mengambil uang untuk membayar sesuautu)
Loh...kok uangku nggak ada? (mencari lagi, semua laci dibuka tapi tidak ketemu) Bu...Bu...uangku mana? Kok hilang
Ratni : (Nampak berlari dari dapur) Ada apa Pak? Kok teriak-teriak, kayak ada maling saja.
Garno : Uangku mana Bu, Bapak cari nggak ada. Jangan-jangan memang ada maling.
Ratni : Ibu nggak tau Pak.
Garno : Jangan-jangan malingnya anak-anak...? mana mereka? Lasmi...Rusdi...
Ratni : (Ibu gelisah)...sabar Pak, dicari dulu. Mungkin Bapak lupa!
Lasmi : Ada apa Pak?
Rusdi : (Menyusul) Ada apa Yah?
Garno : Kalian pasti ngambil uang Ayah kan?
(Anak-anak diam, mereka saling berpandangan, sambil menunduk)
Garno : Kenapa alian diam? Jawab! Siapa yang menambil? Lasmi...pasti kamu yang ngambil kan? Karena permitaanmu tidak Bapak kabulkan. Begitu caramu...? Baik jika kamu tidakmau ngaku.
(mengambil sapu lidit lalu memukulkannya pada Lasmi)
Ratni : Sabar Pak...
Garno : Diam...
Rusdi : Ayah...hentikan! bukan Kak Lasmi yang mengambil uang Ayah tapi aku. Jika Ayah ingin memukul, pukul saja aku! Jangan pukul kak Lasmi. Dia tidak bersalah.
Garno : Apa...? (Lalu Garno memukuli Rusdi samapai babak belur)
Lasmi : Ayah hentikan....Ayah hentikan....bukan Rusdi Ayah...
(Garno pergi meninggalkan mereka dengan nada marah. Lasmi memeluk Rusdi eat-erat)
Lasmi : Maafkan aku rusdi, tak seharusnya kamu dipukuli oleh ayah...Kamu memang adik yang paling baik. Maafkan aku.
(Mereka berpelukan sambil menangis)

PPL Integratif bekal yang sangat berharga bagi calon guru


Kuliah Kerja Nyata (KKN) di masyarakat sudah mulai ditinggalkan oleh beberapa universitas, khususnya yang memiliki program pendidikan. Salah satunya Universitas Sanata Dharma (USD) Yogyakarta. Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) USD memiliki beberapa program studi. Program studi yang sudah meninggalakan KKN adalah Pendidikan Bahasa, Sastra Indonesia, dan Daerah (PBSID) dan Pendidikan Sejarah.
Dalam dunia pendidikan saat ini, sangat dibutuhkan calon-calon guru sebagai penerus generasi pendidik/pengajar yang professional dan berkualitas. Oleh karena itu, sebelum para calon guru memasuki dunia pendidikan yang sesungguhnya maka, para calon guru harus memiliki pengalaman yang cukup. Untuk itu, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sanata Dharma mengadakan program tahunan yang wajib diikuti oleh para mahasiswa FKIP USD yaitu Program Pengalaman Lapangan (PPL) sebagai perwujudan yang nyata dari teori-teori yang telah diperoleh selama mengikuti kuliah.
PBSID, mulai angkatan 2004 tidak memberlakukan KKN di masyarakat dan diganti dengan nama PPL integratif. PPL integratif adalah gabungan dari PPL dan KKN. Dengan digabungankannya kegiatan tersebut sangat membantu mahasiswa dalam pelaksanaan, karena dilaksanakan secara bersamaan dalam waktu kurang lebih tiga bulan bagi yang sistem blok dan satu semester bagi yang sistem sebaran. Mahasiswa tidak hanya praktik mengajar saja di sekolah. Tetapi, mahasiswa juga dilatih bagaimana menjadi seorang guru yang sesungguhnya.
Dari pengalaman selama tiga bulan di sekolah, bergaul dengan siswa, guru, dan karyawan sangat berguna bagi mahasiswa. Di mana hal tersebut akan menjadi bekal yang sangat berharga ketika kelak menjadi guru yang sesungguhnya. Tugas seorang guru tidak hanya mengajar. Banyak hal yang harus dilakukan oleh seorang guru di sekolah.

Kamis, 06 November 2008

Bermain peran: Sebuah teknik pembelajaran


Salah satu bentuk apresiasi sastra yang ditonjolkan oleh siswa-siswi SMP N 1 Seyegan adalah seni drama atau teater, seperti yang tampak pada foto. Melalui kegiatan ekstrakurikuler ini, siswa mengembangkan bakatnya dalam bidang seni sastra. Di sini siswa/siswi mempelajari teknik ber-acting dengan baik, baik ketika menampilkan adegan verbal maupun non-verbal. Agar yang dipelajari tak percuma, maka mereka dengan senang hati menampilkan drama-drama pada acara ulang tahun sekolah.
Sering kali guru menganggap bahwa seni drama merupakan kegiatan yang kurang bermanfaat bagi siswa. Tetapi tidak demikian menurut Ibu Winarti, salah satu guru ekstrakurikuler seni drama. “Teater merupakan wadah dalam mengimplementasikan pendidikan. Beragam pokok bahasan bisa ditampilkan dalam seni drama. Daya ingat sangat dilatih dalam seni drama. Karena itulah, saya tertarik untuk mengajar drama di luar kegiatan intrakurikuler, ” ungkapnya.
Bagi siswa sendiri, tidak semuanya berminat dengan seni drama. Hal itu disebabkan oleh berbagai kendala. Misalnya kurangnya kepercayaan diri untuk tampil di depan umum. Selain itu ada yang berpendapat bahwa kegiatan tersebut dapat mengganggu konsentrasi belajar. Tetapi tidak demikian menurut salah seorang siswa yang mengikuti ekstrakurikuler drama. “Drama bukannya menjauhkan saya dari pelajaran yang lain, namun bisa melatih konsentrasi belajar,” ujar M.
Pada umumnya, pelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia kurang diminati oleh siswa. Siswa sering menganggap sepele mata pelajaran tersebut. Oleh karena itu, Ibu Winarti mencoba berbagai metode untuk menarik minat dan perhatian siswa. Salah satunya dengan metode permainan. Dan terbukti siswa antusias mengikuti pelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia.

PRESENTASI SEBAGAI SEBUAH METODE PEMBELAJARAN


Metode pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia yang sudah ada dan banyak dilakukan di SMP adalah diskusi kelompok. Dengan menggunakan metode ini, para siswa diharapkan dapat saling belajar bekerja sama dan saling berkomunikasi secara lisan sehingga mampu memecahkan masalah yang didiskusikan. Berdasarkan pengalaman di lapangan, penggunaan metode diskusi kelompok memiliki keunggulan tersendiri dibandingkan dengan metode ceramah, misalnya, yang selama ini mendominasi kegiatan pembelajaran. Melalui metode ini, kegiatan pembelajaran tidak lagi berpusat pada guru. Siswalah yang lebih aktif terlibat dalam kegiatan pembelajaran, sedangkan guru hanya memosisikan diri sebagai fasilitator pembelajaran. Misalnya guru memberikan komentar atau membenarkan ketika ada kesalahan dilakukan siswa dalam proses penyajian atau presentasi.

Menurut Bu Asih, guru SMP N 2 Tempel, “ keunggulan lain yang dimiliki metode diskusi kelompok, di antaranya membantu siswa belajar berpikir berdasarkan sudut pandang subjek bahasan dengan memberikan kebebasan siswa dalam praktik berpikir. Misalnya, ketika satu kelompok berpresentasi, kelompok lain sudah mampu menganalisis kesalahan kelompok tersebut; mengembangkan motivasi untuk belajar yang lebih baik; menggunakan bahan-bahan dari anggota lain dalam kelompoknya; dan memberikan kesempatan pada siswa untuk memformulasikan penerapan suatu prinsip. Meskipun demikian, metode diskusi yang digunakan masih memiliki kelemahan, yaitu belum semua siswa terlibat aktif dalam kegiatan diskusi kelompok dan siswa masih mengalami kesulitan mengemukakan pendapat dan tanggapan teman sekelasnya,” jelasnya. Pembelajaran diakhiri dengan refleksi berupa koreksi keseluruhan dan pujian bagi kelompok yang tampil dengan baik sehingga siswa termotivasi untuk menjadi lebih baik pada kesempatan yang akan datang.

PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA DI SD

Secara jujur harus diakui, pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia di Sekolah Dasar (SD) belum berlangsung seperti yang diharapkan. Guru cenderung menggunakan teknik pembelajaran yang bercorak teoritis dan hafalan sehingga kegiatan pembelajaran berlangsung kaku, monoton, dan membosankan. Mata pelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia belum mampu melekat pada diri siswa sebagai sesuatu yang rasional, kognitif, emosional, dan afektif.
Penggunaan metode diskusi pun belum mampu melibatkan setiap siswa ke dalam kegiatan pembelajaran secara aktif, kreatif, efektif, dan menyenangkan. Hanya siswa tertentu yang terlibat dalam proses diskusi secara dialogis dan interaktif. Akibatnya, Bahasa dan Sastra Indonesia belum mampu menjadi mata pelajaran yang disenangi dan dirindukan oleh siswa. Imbas lebih jauh dari kondisi pembelajaran semacam itu adalah kegagalan siswa dalam mengembangkan pengetahuan, keterampilan berbahasa serta sikap positif terhadap Bahasa dan Sastra Indonesia.
Pengelolaan kelas merupakan salah satu keterampilan yang harus dimiliki guru. Pengelolaan kelas berbeda dengan pengelolaan pembelajaran. Pengelolaan pembelajaran lebih menekankan pada kegiatan perencanaan, pelaksanaan, evaluasi dan tindak lanjut dalam suatu pembelajaran. Sedangkan pengelolaan kelas lebih berkaitan dengan upaya-upaya untuk menciptakan dan mempertahankan kondisi yang optimal bagi terjadinya proses belajar. Menurut Suwarni, guru SD Cebongan Sleman, “salah satu masalah pengelolaan kelas yaitu pola perilaku siswa yang mencari perhatian. Masalah tersebut akan tampak dalam berbagai bentuk tindakan atau perilaku menyimpang, yang tidak hanya akan merugikan dirinya sendiri tetapi juga dapat merugikan orang lain atau kelompok. Pendekatan yang dilakukan untuk mengatasi permasalahan tersebut adalah dengan pemberian positive reenforcement (untuk membina perilaku positif) dan negative reenforcement (untuk mengurangi perilaku negatif). Kendati demikian, dalam penggunaan negative reinforcement seharusnya dilakukan secara hati-hati, karena jika tidak tepat malah hanya akan menimbulkan masalah baru,” jelasnya. (Bekti-Erni)

REFLEKSIKU

Refleksi Pribadi ketika melaksanakan PPL di Majalah Praba

Bekti Yustiarti


Untuk melengkapi ilmu yang sudah dipelajari di bangku kuliah banyak perguruan tinggi yang mensyaratkan PPL sebagai syarat kelulusan. Pada prinsipnya berpraktek di salah satu lembaga atau media masa adalah media bagi mahasiswa untuk mengaplikasikan teori-teori yang didapat di bangku kuliah dan diharapkan mahasiswa dapat menambah ilmu dari para praktisi, sehingga tidak shock dengan dunia kerja yang seringkali berbeda dengan teori yang didapatkan di bangku kuliah.
Begitu juga dengan saya, pada semester ini saya mengambil salah satu mata kuliah yaitu PPL Jurnalistik. Salah satu tugas yang harus dilaksanakan dalam PPL Jurnalistik adalah berpraktek di salah satu media massa baik itu media cetak maupun media elektronik. Kami memilih Praba sebagai tempat PPL. Praba merupakan majalah rohani yang terbit setiap dua minggu sekali dan memiliki visi pembawa garam dunia pengamal pancasila. PPL dimulai pada tanggal 12 Maret 2008 di kantor redaksi Praba yang beralamat di Jalan Bintaran Kidul 5 Yogyakarta yang ditandai dengan penyerahan sebanyak sembilan mahasiswa (berkelompok).
Begitu banyak pengalaman yang saya dapatkan ketika saya berpraktek di majalah Praba. Saya dapat menambah ilmu yang tidak didapat dari dosen-dosen yang notabene lebih ahli dalam teori, dapat mempraktekan ilmu dan melihat kenyataan di lapangan ditinjau dari teori-teori yang sudah didapat di bangku kuliah.
Menulis Itu Gampang itulah salah satu judul buku. Namun, kenyataanya menulis itu sulit, itu saya alami ketika mendapat tugas untuk menulis baik menulis berita ataupun menulis karya-karya yang lain. Kesulitan yang saya alami adalah menemukan ide pokok. Namun, Rumus sederhana yang saya peroleh yang meliputi: what (apa), who (siapa), where (di mana), when (kapan), why (mengapa), dan how (bagaimana) dapat membantu saya dalam mengembangankan tulisan. Dengan berbekal pertanyaan tersebut, saya mencari jawaban ke lapangan. Dari jawaban yang diperoleh di lapangan itulah saya mendapatkan informasi kemudian disusun sebuah tulisan yaitu berupa berita..
Tugas yang paling berat ketika saya praktek di lapangan adalah mencari narasumber yang narasumbernya belum kita ketahui. Sebagai contoh, saya harus menemui narasumber dari pemerintahan yaitu yang bernama Ismoyo. Pertama kalai mendengar nama itu, yang terlintas di benak adalah nama orang. Namun, Ismoyo ternyata nama sebuah paguyuban perangkat desa yang ada di DIY. Untuk mencari informasi tersebut saya harus datang ke kantor kelurahan, kemudian dari kelurahan diminta datang ke rumah bupati Sleman. Di sana kami baru menemukan informasi mengenai ketua Ismoyo yang berlamat di Godean. Kami pun akhirnya kesana. Sesampainya di rumah beliau belum pulang, kami pun menyusul ke kantornya. Namun, sesampianya di kantor ternyata sudah tutup. Kami pun kembali lagi ke rumah, lama kami menunggu sampai akhirnya diusir oleh istrinya. Semangat untuk mendapatkan informasi pun belum pupus dan hari berikutnya kami langsung datang ke kantor dan akhirnya dapat mewawancarai ketua Ismoyo tersebut. Sungguh perjuangan yang aku anggap sangat luar biasa.
Dibalik semua jerih payah akhirnya kami dapat menyusun lapoaran utama tersebut. Rasa bangga dan puas pun kami rasakan ketika tulisan yang kami buat dengan penuh perjuangan dan susah payah di muat. Setelah itu kami pun mendapat tugas-tugas lain namun bersifat individu. Kami diberi kesempatan menulis apa saja berdasarkan topik-topik yang aktual.
Pembimbing kami di Majalah Praba yaitu Pak Tony juga memberi teori-teori dan juga beberapa tips untuk mencari berita, menulis berita, mengedit berita, mengambil gambar, mewawancarai narasumber, dan hal-hal lain yang berkaitan dengan kegiatan jurnalistik. Selain itu, dukungan semangat dari teman-teman dapat membantu memberikan motivasi yang luar biasa. Kerja sama yang sangat baik dalam kelompok juga memudahkan menyelesaikan tugas-tugas yang diberikan.
Begitu banyak manfaat yang saya peroleh ketika mengikuti PPL Jurnalistik di Majalah Praba. Salah satunya dapat menulis di media cetak dan saya juga mengetahui bagaimana karakteristik narasumber yang satu dengan yang lain.

KUNJUNGAN BELAJAR


Selasa, 28 Oktober 2008

Kapusan (cerpen Bahasa Jawa)

KAPUSAN
Dening: Bekti Yustiarti

Ana sawijining keluarga sing nduweni sifat kang gengsi. Keluarga iku uripe sedengan, mlarat yo ora sugeh yo ora. Nanging, ndeknene rumongso wong sugih sanajan nyilih kiwo tengen. Sarpono, duwe bojo Sumini sing pada sifate yaiku pada-pada le seneng pamer lan gengsi. Semono ugo anake ”uwoh ora tibo adoh soko uwite”. Ningrum, bocah kelas 2 SMP sing senengane gonta ganti HP. Pak Sarpono kerja nang sawijining supermarket, dudu dadi manajer opo direktur nanging ming satpam. Sumini malah ora kerja, ming ngurusi anak lan omah.
”Jamane jaman edan yen ora melu edan ora komanan” lagu kui memper kang ditembangake Sarpono ing sore sakbaline soko kerjo, nanging lirike sing diganti.Mangkene unine “jamane jaman gengsi yen ra gengsi ra duwe rai.”
“Bojoku ki yo malah nang ngendi to? Sore-sore ra nyepak-nyepake jarang nggo adus, malah nonggo, mesthi grumpi. Wong wadon nek wis do nglumpuk apa to sing di omongke, nek ra pamer abrak yo pamer sandhangan nek ra ono kui yo ngomongke tanggane. Ningrum…Ibumu neng ngendi?”
“Rangerti Pak, aku lagi wae tangi turu.”
”Bocah wadon gaweane turu, mbok yo sinau-sinau ben dadi wong mulyo! Ojo tiru bapakmu iki, wis urip ming cukupan utange nangendi-endi. Ibumu kon bali, goleki nggone Bu Broto, biasane lakyo ngrumpi nang kono!” Ningrum banjur lungo, nggoleki ibune.
”Iki piye ibune ningrum kok ra bali-bali, aku arep njaluk tulung tak kon ngapusi. Walah-walah kok ra bali-bali to.” Sarpono karo nglongak nglongok neng lawang.
“Ibu, diaturi Bapak ken kundur!” neng ngarepe wong liyo Ningrum boso karo Bapak Ibune, nanging nek nang ngomah ora tau boso.
“Opo iyo nduk? Ono opo yo? Mesthi arep ngajak jalan-jalan yo, iki lak yo tanggal enom, bapakmu bar nompo gaji yo nduk? Bu Broto kulo pamit rumiyin nggih. Niki bapakne Ningrung ngajak jalan-jalan ke mal.” Lagakke koyo wong sugih duit.
“Inggih Bu Sumini, benjang mriki maleh nggih! Ceritane wau lak yo dereng rampung to, pokoke benjing kulo tunggu lho, Bu!” Bu sumini lan Ningrung terus bali. Sarpono wis nunggu ono ing ngarep lawang.
“Ono opo to pak? Aku ko lak yo gek asyik ngrumpi, dikon bali dadi rangerti lanjutane aku, sesuk aketinggalan gosip iki.”
“ngene lho Bune, awake dhewe ki lak yo duwe utang Rp 1.000.000 to karo Pak Lurah, dino iki kudu dibalekke. Iki ho kuitansine”
Sumini nampani. “Iyo yo pak, ning arep mbayar nggo opo? Bapak dhewe durung gajian. Sanajan wis gajian yo bayarmuki ora cukup nggo mayar utange pak lurah. Endhi duwit sing mbok weneni wingine wis di jaluk ningrum, jarene nggo tuku buku, terus piye pak? Opo aku utang Bu Broto, ning aku yo isin wong utang sing biten kae yo isih Rp 200.000 durung tak bayar.”
“mula iku Bene, aku ngongkon kowe lek bali, aku nduwe ide. Mengko nek Pak Lurah mrene, kowe ngomong nek aku lungo neng Jakarta ono panggilan kerja mendadak. Sekita sewulan”. Sumnini wis ngwerti maksud sing dikarepke sarpono, wong mbedinane yo ngono. Saben ono wong nagih utang, alesane mesthi lungo, wis ra keno di etung le ngapusi marang wong-wong sing diutangi. Malah ono sing tekan saiki ora disaur karang sing diutangi wis sedo. Ora let suwe Pak Lurah teko.
” Kulo nuwun. Bapak wonten Bu?
” E, Pak Lurah monggo mlebet rumiyin. Nanging, Bapake Ningrum niku nembe kesah Pak, wonten Jakarta. Enten panggilan kerjo ngoten, nembe wingi sonten le mangkat. Kundurepun sekitar sewulan malih, soale meniko nggarap proyek baru, ngoten.
“ Walah, alesan. Saben aku nagih utang mesthi lungo, nek ra panggilan kerjo, yo proyek baru nek kuwi yo lungo neng ngendi, ojo-ojo ming ndelik neng kamar? Aku ki wis bosen krungu alesanmu ki. Wis ping piro aku nagih utang mrene, alesane podho kabeh. Yo wis aku tak bali, percuma aku suwe-suwe nang kene, ora ono hasile. Pokoke sepisan meneh aku mrene kudu wis ono dhuite, nek ora dibayar barang-barang sing ono ing omahmu iki tak sita.” Pak Lurah banjur muleh, karo nesu-nesu.
“ Slamet, slamet. Sambi ngelus dodho. Iki gek wong siji sing nagih utang, mongko dino iki nek ra salah ono wong telu, waduh...aku ngapusi opo meneh yo? Mosok engko nek Yono teko, le ngopusi yo podho. Piye iki? Aku kudu golek alesan liyo, ning opo yo? Ah...gampang, mengko teko waton wae. Timbangane aku mumet-mumet.” Ora let suwe Pak Yono teko. Opo meneh nek ra nagih utang. Koyo biasane, Sumini wes lekas ngapusi, nganti sing ngungoke bosen, banjur Pak Yono lungo ora entuk duit sing arep di tagih malah arep diutangi maneh. Ngono sateruse nganti wong sing ketelu yaiku Bu Sastro.
“Piye Bune? Berhasil to? Sambi metu seko mburi. Bune pancen pinter nek urusan ngapusi.”
“Kowe kepenek ming dhelik ing mburi, aku ki senam jantung ngadepi wong-wong kae mau. Pak, kae kok ono mobil apik mandhek neng ngarpan Pak. Lho...wonge kok mudun, mrene lho Pak” Sarpono lan Sumini banjur metu.
“ Leres daleme Pak Sarpono?” Wong sing mudhun soko mobil mau takon.
“ Inggih, leres. Kulo piyambak Sarpono, enten nopo nggih?
“ Selamat nggih, Bapak angsal undian mobil.”
”Mobil???” Sarpono kaget campur seneng.
”Bapak Angsal mobil saking undian ingkang Bapak kirim. Nanging pajak ditanggung pemenang. Bapak kedah mbayar Rp 2. 000. 000 sakniki, nek mboten mobile ajeng dilempar ing wong liyo. Pripun?”
Sarpono langsung golek utangan untung diwenehi. Duite diwenehke marang wong mau. Lan wong mau janji arep ngeterke mobile mengko sore. Banjr wong mau lungo numpak mobil karo nggowo duite. Dina uwis sore, nanging wong mau durung muncul-muncul. Ditunggu nganti bengi, nganti esok, awan lan sore meneh wong mau ora teko. Sarpono lekas, curiga. Gek-gek wong wingi kae ngapusi. Opo sing diwedhwni sarpono tenanan, nek ndeknene kapusan. Sarpono dikandani tanggane nek wong sing nggowo mobil wingi kae buronan polisi. Sarpono semaput mbasan gerti nek ndeknene kapusan.

Penulis:Mahasiswa PBSID, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta
Cerpen ini telah dimuat di Majalah PRABA edisi Oktober II, 2008