Cattegory

Minggu, 08 Januari 2017

Memberi yang Terbaik

(Kisah Pengajar Tunagrahita)
Oleh: Bekti Yustiarti 
Tulisan ini sudah dimuat pada Jurnal Sastra Edisi 14 Volume Nomor 6 Desember 2016
Terlahir dengan ketidaksempurnaan bukan berarti tidak bisa berkreatifitas. Keterbatasan fisik yang dimiliki seseorang juga bukan menjadi hambatan bagi mereka untuk berprestasi. Itulah yang dialami oleh teman-teman kecil di sebuah yayasan di Medan yang menampung anak berkebutuhan khusus. Anak-anak tersebut adalah anak yang mengalami keterlambatan perkembangan atau sering disebut dengan tunagrahita. Menurut salah seorang  ahli, anak tunagrahita adalah anak yang mengalami gangguan dalam perkembangan daya pikir serta seluruh kepribadiannya sehingga mereka tidak mampu dengan kekuatan sendiri di dalam masyarakat meskipun dengan cara hidup yang sederhana (Munzayanah, 2000: 14 dalam forumgurunusantara.blogspot.com diakses 18 Oktober 2016).
Mengajar di sekolah yang berkebutuhan khusus tentu berbeda dengan sekolah normal. Tidak mudah memang mendampingi mereka yang sangat luar biasa. Menyadari bahwa anak berkebutuhan khusus adalah unik. Diperlukan kesabaran yang lebih, keterampilan, ketulusan, dan keikhlasan dalam mendampingi mereka. Guru juga harus memahami karakter setiap anak yang berbeda-beda. Misalnya anak yang pelupa, anak yang sangat aktif, anak yang suka berteriak-teriak, dan karakter-karakter khusus lainnya.
Sama halnya dengan anak yang normal, mereka juga melakukan kegiatan-kegiatan selayaknya anak seusianya yaitu sekolah, bermain, melakukan kegiatan sehari-hari. Sebagai contoh menyapu, olahraga, rekreasi, dan kegiatan-kegiatan psikomotorik lainnya. Mereka juga diajari budi pekerti agar mampu berperilaku dengan baik sehingga secara tidak langsung apabila memiliki etika yang baik dapat diterima di lingkungan masyarakat.
Menurut Ibu Maria, seorang guru di Sekolah Luar Biasa (SLB) mengatakan bahwa kesulitan yang dihadapi saat mengajar anak-anak yang berkebutuhan khusus adalah kemampuan anak yang satu dengan yang lain berbeda, jadi guru harus bisa membagi waktu dalam satu hari untuk mengajar mereka. “Di kelas saya, siswanya nggak banyak hanya lima anak tetapi menanganinya sangat super, melebihi 43 anak di sekolah umum,” ujarnya. Ketika guru membimbing anak yang satu, maka yang lain harus diberi kegiatan agar tidak mengganggu. Kendalanya adalah terkadang materi tidak bisa selesai dalam satu semester, sebab kemampuan anak sangat lemah dalam menyerap pelajaran.
Hal lain yang harus diperhatikan adalah  guru juga harus menyederhanakan kalimat yang akan disampaikan kepada mereka agar maknanya dapat dimengerti dengan mudah. Penyampaiannya juga harus pelan-pelan disertai penjelasan dengan alat peraga yang tersedia.
Keterbatasan itu tidak mematahkan semangat anak-anak. Sebagai contoh seorang anak penyandang tunagrahita sedang melakukan kegiatan membersihkan sekolah dengan gurunya. Dengan kepolosan dan ketulusannya mereka melakukan hal-hal yang berguna tanpa pamrih. Dengan arahan yang benar mereka dapat memaksimalkan bakat yang dimiliki, bahkan mereka juga bisa menonjolkan bakatnya melebihi anak yang normal. Misalnya kemampuan di bidang musik, olahraga, atau keterampilan seni lainnya yang tidak kalah dengan anak-anak normal. Lihatlah pula senyum polos mereka! Di balik senyum polos itu, mereka membutuhkan kasih sayang, perhatian, perlindungan, kehangatan, dan keluarga. Karena tidak sedikit dari mereka yang ditelantarkan oleh orang tuanya dengan berbagai macam alasan.
Di akhir perbincangan dengan beliau, “Sekarang kesulitan itu sudah berlalu. Sebab kami sudah memahami bagaimana karakter dan kemampuan mereka. Jadi dalam mengajarkan mereka di kelas juga tidak ada kesulitan. Mungkin kesulitan itu akan ditemui ketika baru pertama mengenal mereka yang tidak tahu bagaimana menghadapinya.” Memberikan dan melakukan yang terbaik untuk mereka adalah  hal yang mulia.
Terlepas dari itu semua, penyandang tunagrahita perlu mendapatkan perhatian yang serius dari berbagai pihak agar mereka dapat mengembangkan berbagai potensi yang dimiliki. Masih banyak anak penyandang tunagrahita yang belum mendapat perhatian dan bahkan dikucilkan oleh sebagian orang karena keterbatasan yang dimilikinya. Padahal apabila potensi mereka diasah dengan baik mereka juga  dapat menjadi yang terbaik sesuai kemampuannya.

Sumber:
forumgurunusantara.blogspot.com diakses 18 Oktober 2016
Maria Devy Bukit Sintawati (Guru SLB di Medan)