Cattegory

Senin, 30 Mei 2011

Cerpen tentang lingkungan

“Pengabdian untuk Desaku”
Oleh: Bekti Yustiarti
Saat sang surya hendak ke peraduannya, semburat lembayung yang berwarna jingga kemerah-merahan nampak begitu cantik sebelum berganti dengan warna hitam dan dihiasi bintang-bintang yang berkerlap-kerlip bertaburan di angkasa. Ditambah keindahan bulan sabit yang elok.
Kulihat sesosok laki-laki muda yang berjalan dari arah persimpangan jalan. Orang tak membawa apa-apa. Usianya sekita 18 tahun. Ia bertubuh kekar, seperti orang yang bekerja keras. Nampak dari urat-urat yang terlihat melingkar di lengannya. Kulitnya sawo matang namun terlihat bersih. Dia terus berjalan lalu masuk ke sebuah rumah, tak terliharlah pemuda itu.
Bunyi kukuruyuk si ayam membangunkanku dari tidur lelapku. Seumur hidup baru kurasakan tidur nyenyak seoerti ini. Udara dingin yang membuatku tak ingin beranjak dari tempat tidurku. Berbeda dengan di Jakarta, setiap bangun pagi saja sudah terasa gerah. Andaikan udara di Jakarta seperti ini pasti orang-orang sangat betah tinggal di ibu kota.
Namaku Sherly, aku masih duduk di bangku SMA dan tinggal di Jakarta. Karena liburan sekolah, aku berlibur di tempat nenek yang ada di Wonosobo. Dulu aku pernah kesini waktu masih SD, itupun hanya sebentar. Dan aku sekarang kembali kesini untuk menikmati desa yang indah dan sejuk ini.
Kubasuh mukaku, betapa dingin airnya sehingga akupun tak berani untuk mandi. Dinginya air terasa menusuk sampai tulang. Akupun berjalan-jalan supaya tak kedinginan. Di jalan, aku berpapasan dengan pemuda yang kulihat kemarin sore. Dia tersenyum sambil menganggukan kepala, akupun membalasnya. Tanpa sepatah kata, berlalulah dia. Kali ini membawa sebuah keranjang yang terbuat dari bambu. Kubertanya-tanya, mau kemanakah dia? Akupun melanjutkan perjalanan kembali. Aku terhenti sejenak, kenapa aku tidak mengikuti pemuda itu saja. Aku berbalik dan mengikuti pemuda itu dari belakang, cukup jauh jaraknya. Pemuda itu lalu berbelok ke jalan setapak dan di balik pepohonan yang rimbun ternyata terdapat hamparan kebun the yang hijau nan indah.
Kulihat pemuda itu, ternyata dia pergi memetik daun the yang segar dan keranjang yang dibawanya untuk tempat pucuk teh yang dipetiknya. Akupun sangat tertatik untuk ikut memetiknya. Kudekatilah pemuda itu.
“Hai…” Sapaku terhadap pemuda itu. Dia hanya tersenyum dan berkata.
“Ada yang bisa saya bantu?” Tanya pemuda itu.
“Boleh nggak aku ikut membantu memetik daun teh?”
“Boleh, kamu baru tinggal di sini ya?”
“Iya, aku dari Jakarta sedang liburan di tempat nenek. Nama kamu siapa?”
“Pardi. Kamu?”
“Namaku Sherly. Wah udara di sini masih sejuk ya, kamu setiap pagi memetik teh?”
“Enggak, kebetulan ini libur sekolah juga jadi aku bisa membantu orang tua memetik teh.”
“Kamu sekolah di mana?”
“Aku jurusan di STM jurusan pertanian.”
“Oh…gitu. Oh ya, besok aku boleh ikut kesini nggak? Soalnya aku sekarang mau pulang dulu nanti dicari nenek tadi nggak pamit kesini.”
“Boleh, besok kamu ikut saja.”
“Ok, kutunggu ya, aku pulang dulu.”
Begitu cantiknya gadis itu, kulitnya putih, bersih menandakan dia tak pernah bermain lumpur dan terkena panas matahari seperti aku. Kulanjukan kembali memetik teh. Tak terasa keranjang sudah penuh berisi pucuk daun teh segar. Akupun pulang. Kulihat rumah nenek Sherly, pintunya tertutup. Di mana ya dia? Besok sajalah aku baru maen kesini.
Hari berikutnya Sherly dan Pardi pergi ke kebun teh. Mereka memetik the bersama. Mereka tampak terlihat akrab walaupun baru kenal. Setelah keranjang yang dibawanya sudah penuh berisi pucuk daun teh, mereka pulang bersama. Di perjalanan mereka bercakap-cakap.
“Selain memetik the kamu ngapain aja kalau liburan?”
“Kalau pagi aku memetik teh, kalau siang aku di rumah membuat tas dari plastic bekas yang sudah tak terpakai.”
“wah, kamu kreatif juga ya. Boleh nggak aku maen ke rumah kamu melihat membuat kerajinan?”
“Boleh, kamu datang saja!”
Sherly ikut ke rumah Pardi, dia sangat kagum melihat tas-tas cantik yang terbuat dari plastic bekas yang tidak terpakai.
“Dari mana kamu puny aide memanfaatkan barang bekas ini?”
“Awalnya aku sangat prihatin melihat plastic-plastik bekas yang dibuang di semabarang tempat. Padahal desa ini masih asri dan indah. Lalu aku berpikir agar plastic-plastik yang sulit terurai dan merusak lingkungan dapat dimanfaatkan dengan baik. Di sekolah aku mendapat keterampilan membuat tas dari plastic bekas. Setiap pagi sambil ke kebun teh atau pulang dari sekolah, aku memunguti plastic-plastik yang dibuang sembarangan. Kukumpulkan dan kucuci, lalu kujemur. Setelah bersih dan kering aku tinggal menjahitnya sesuai dengan bentuk tas yang bervariasi. Tas-tas yang sudah jadi biasanya kutitipkan di warung-warung, lumayanlah dapat menambah uang saku dan lingkunganpun menjadii bersih.
“Waaaah keren… ternyata kamu cinta lingkungan. Kamu nggak ingin liburan ke luar kota?”
“Ingin sih, tapi aku nggak punya saudara jadi ya nggak pernah ke luar kota. Pernah ke Jogja sekali itupun waktu masih SD.”
“Gimana kalau minggu depan ikut aku ke Jakarta? Kan liburan sekolah masih lama tu.”
“Aku tanyakan orang tuaku dulu ya, nanti kalau setuju baru aku ikut kamu.”
“Ok.”
Setelah berunding dengan orang tuanya, Pardi diperbolehkan ikut berlibur ke Jakarta untuk menambah pengalaman sekalian. Pardi ikut naik mobil Sherly ke Jakarta. Orang tua sherly tidak ikut ke wonosobo jadi hanya diantar sopirnya. Sepanjang perjalanan Pardi tak berhenti bertanya kepada Sherly, sampai-sampai Sherly kewalahan menjawab pertanyaan Pardi. Namun, lama kelamaan karena lelah berjam-jam di perjalanan merekapun akhirnya tertidur lelap dan bangun kembali ketika sudah sampai di rumah.
“Non..Non…Non Sherly sudah sampai.” Pak sopir membangunkan Sherly.
“Sampai mana pak?” sambil mengucek-ucek mata.
“Sampai rumah Non.”
“Oh ya?”
Sherly segera membangunkan Pardi, mereka turun menuju ke rumah. Keluarga Sherly sudah menyambut kedatangan Sherly dan Pardi. Pardi sangat senang, karena disambut hangat oleh keluarga Sherly. Maklumlah sejak kecil orang tua Sherly bersahabat baik dengan orang tua Pardi, mereka berpisah ketika mendapat pekerjaan di Jakarta. Namun, komunikasi di antara mereka tetap baik sampai sekarang. Pagi harinya, keluarga Sherly mengajak Pardi jalan-jalan ke Monas dan kebun binatang Ragunan. Selama satu minggu Pardi berada di Jakarta dan mengunungi beberapa tempat. Tibalah waktunya Pardi untuk kembali ke kampong halamannya. Pardi diantar sampai agen bus, dan puang sendiri.
Sesampainya di desa tercinta Pardi tak henti-hentinya menceritakan pengalaman selama di Jakarta ke orangtuanya. Hingga muncul ide membuat miniatur pulau Indonesia di kolamnya yang berada di tengah sawah seperti yang ada di Taman Mini Indonesia Indah.
Suatu hari ide itu akhirnya terealisasi berkat persetujuan dari orang tuanya. Kini di tengah kolam yang luas yang berada di tengah sawah sudah berbentuk pulau Indonesia. Di pulau-pulau kecil ditanami berbagai macam bunga yang berwarna-warni sehingga nampak indah. Dan di kolamnya terdapat banyak ikan yang sengaja dibudidayakan oleh Pardi dan keluarganya.
(Lima tahun kemudian)
Pardi sudah selesai dari bangku sekolahnya. Kini dia menekuni wira usaha di desanya. Perikanan, pertanian, perkebunan, kerajinan membuat tas dari barang bekas sudah berkembang. Bahkan desanya kini telah menjadi desa wisata. Banyak wisatawan asing yang sering live in di desanya. Selain berekreasi di kebun teh, menanam padi dan sayur-sayuran, juga dapat memancing di pulau-pulau kecil. Dan oleh-oleh yang di bawa pulang oleh wisatawan biasanya meborong tas plastik.
Suatu saat Sherly berkunjung ke rumah neneknya, dia kini sudah menyelesaikan kuliahnya dan bekerja di stasiun televise. Dia tak menyangka bahwa Pardi telah berhasil mengembangkan desanya berkat keuletannya. Sherlypun tak menyangka ketika melihat minatur pulau Indonesia di tengah sawah yang hijau itu.
Pardi sudah memiliki puluhan pegawai untuk memproduksi tas platik. Karena selain dipasarkan sendiri tas plastik yang terbuat dari barang bekas biasanya dipesan dari berbagai kota untuk souvenir. Bagi yang tertarik di bidang perikanan, Pardi memberi kesempatan tetangganya untuk mengembangkan budidaya ikan air tawar. Itulah Pardi, pemuda desa yang sangat kreatif. Kini di desanya tidak ada lagi orang yang menganggur. Kesejahteraan wargnyapun kini terjamin. Semenjak Pardi berhasil mengembangkan berbagai macam usahanya, warga di desanya sudah tak lagi pergi merantau. Mereka lebih memilih bekerja di desanya karena biaya hidup yang murah dan dekat dengan keluarga.
*Selesai*
Cerpen ini telah mendapat penghargaan dari Kementerian Pendidikan Nasional, Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah dalam lomba LMCP tingkat guru SMA tahun 2010

Tidak ada komentar: